Nama Kelompok : 4 (4EB15)
1. Laksmi Pratiwi (24211060)
2. Luna Annisa (24211154)
3. M.Handy (24211198)
4. Marlia Dewi (24211313)
5.Michael Yonathan (24211465)
6. Nadia Widya Wijaya (25211073)
7. Nuraini (25211335)
LATAR BELAKANG KASUS
PT KERETA API INDONESIA (PT
KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Inimerupakansuatubentukpenipuan
yang dapatmenyesatkan investor dan stakeholder lainnya.Kasusinijugaberkaitandenganmasalahpelanggarankodeetikprofesiakuntansi.
Didugaterjadimanipulasi data dalamlaporankeuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan
BUMN itudicatatmeraihkeutungansebesar Rp6,9Miliar. Padahalapabiladiteliti dan
dikajilebihrinci, perusahaanjustrumenderitakerugiansebesar Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao
yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK
dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian
diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak
pernah ditagih, tetapi dalam
laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk
membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun
2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu
tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang
dan perlengkapan sebesar Rp24
Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002
diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir tahun 2005 masih tersisa saldo
penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum
ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar
dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan
pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak
yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya
diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap
laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT
KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang
baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses
laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah
mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari
pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai
akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai
salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip
akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun
2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat
kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan
masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada
penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat,
sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan
kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik
yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme,
netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu
harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati
harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan
dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna
mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang
dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu
dilakukan.
PEMBAHASAN KASUS
1.
Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan
Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.
2. Analisis
5 Question Approach:
• Profitable
1. Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena
kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada
kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen
memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.
2. Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan &
Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian.
• Legal
1. PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan
perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung:
1. Menipu
atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
2. Turut
serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
3. Membuat pernyataan tidak
benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material
agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi
pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang
menyatakan:
“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak
lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan,
mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang
memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan
Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
(2) KAP S.
Manan&RekanmelanggarStandarProfesiAkuntanPublik (SPAP)
• Fair
Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan
publik/masyarakat dan pemerintah.
1) Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang
menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT.
KAI menjadi tidak akurat/salah.
2) Pemerintah; dirugikan karena
dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih
kecil.
• Right
1) Hak-hak Publik; dirugikan karena
investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil
menjadi salah/tidak akurat.
2)Pemerintah; dirugikankarenapajak
yang diterimapemerintahmenjadilebihkecil.
• Suistainable Development
1) Rekayasa
yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka
panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen
(motivasi bonus).
3. Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam
hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum
sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan
yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1)Tanggung jawab profesi ; Dimana
seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua
kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab
karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2)Kepentingan Publik ; Dimana
akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan
dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga
sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami
keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena,
apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI
bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3)Integritas; Dimanaakuntanharusbekerjadenganprofesionalisme
yang tinggi. Dalamkasusiniakuntan PT. KAI tidakmenjagaintegritasnya,
karenadidugatelahmelakukanmanipulasilaporankeuangan.
4)Objektifitas; Dimanaakuntanharusbertindakobyektifdanbersikapindependenatautidakmemihaksiapapun.
Dalamkasusiniakuntan PT. KAI
didugatidakobyektifkarenadidugatelahmemanipulasilaporankeuangansehinggahanyamenguntungkanpihak-pihaktertentu
yang berada di PT. KAI.
5)Kompetensi dan
kehati-hatian professional ; Akuntan
dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam
kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional
sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang
seharusnyamenderitakerugiannamundalamlaporankeuanganmengalamikeuntungan.
6)Perilaku profesional ; Akuntan
sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan
keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7)Standar teknis ; Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya
harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan
tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT
Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga.
Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal,
berdasarkanstandarakuntansikeuangantidakdapatdikelompokkandalambentukpendapatanatau
asset.
4. Sikap Yang Diambil :
1)
Manajemen PT KAI
a) Melakukan koreksi atas salah saji
atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai
persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan
pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
b)Memintamaafkepadastakeholdersmelaluikonferensipersdanberjanjitidakmengulangikembali
di masadatang.
2) KAP S.
Manan & Rekan & Rekan
a) Melakukan jasa profesional
sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi
profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesioreksi
b) Melakukankoreksiatasopini yang telahdibuat
c) Melakukan konferensi pers
dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan
opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi
dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama
di masa yang akan datang.
5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang
1) Membangun kultur perusahaan yang baik;
dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh
aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2) Mendahulukan kepentingan publik daripada
kepentingan publik.
3) Merekrut manajemen baru yang memiliki
integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan
akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4) Memperbaiki sistem pengendalian internal
perusahaan.
5) Corporate Governance dilakukan oleh
manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan
kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan,
kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6) Transaction Level Control Process yang
dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih
bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya
transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi
perusahaan dari kerugian.
7) Retrospective Examination yang dilakukan
oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar
dan membahayakan perusahaan.
8) Investigation and Remediation yang
dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan
yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa
memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan
perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan
keuangan atau penyalahgunaan asset.
9) Penyusunan Standar yang jelas mengenai
siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun
struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis.
Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa
ada pengecualian yang tidak masuk akal
10) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk
mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah
memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”.
Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang
tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk
menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme
dikedepankan
11) Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses
bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan
sangsi tanpa kompromi.
ANALISIS:
Dari kasus studi diatas tentang
pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi
perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan
manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut.
pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti
investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur
sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.
Daftar
Pustaka :
Agoes, Sukrisnodan I CendikArdana.EtikaBisnis dan
ProfesiTantanganMembangunManusiaSeutuhnya. Jakarta: SalembaEmpat. 2009
Leonard J. Brooks. Business & Professional Ethics
for Accountans.South Western Collage Publishing. 2004
IAI, KodeEtikAkuntan Indonesia. 1998
www.google.com
Sumber :Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8
Agustus 2006
Lampiran Tanya Jawab
Soal
1.
Setya Nugroho (kelompok 6)
Pihak mana yang merugikan laporan keuangan
PT KAI, tersebut?
2.
Zacky Hazazi (kelompok 5)
Data apa saja yang dimanipulasikan oleh PT
KAI?
3.
Ibu Erna
Setelah melakukan salah saji dalam laporan keuangan yang sudah di audit. Apa
yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki laporan keuangan yang sudah di
audit?
Jawaban
1.
Publik (investor); dirugikan karena memperoleh
informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan
informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa
keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
2.
Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak
ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku
cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang
seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
3.
Membangun
pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. Perbaikan sistem akuntansi dan
konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan. Memilih
auditor yang benar-benar kompeten dan profesional. Harus ada upaya untuk
membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak
boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau
dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api
sedang diproses disana.Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena
esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan
masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan
Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada
pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite
audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. Komite Audit berperan
aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari
penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi
kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar