Senin, 23 April 2012

Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Minggu ke 9


A.     PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Dari segi perencanaan pembangunan di Indonesia, APBN adalah konsep perencanaan pembangunan yang memiliki jangka pendek, karena iyulah APBN selalu disususn setiap tahun.
Maka secara gari besar APBN terdiri dari pos – pos seperti dibawah ini :

• Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan
• Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan

APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kbutuhan biaya pembangunan di Indonesia.

Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagia sumber pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan namun kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap sumber lain, dalam hal ini pinjamanan luar negeri masih cukup besar. Namun demikian mulai tahun terakhir PELITA, prosentase tabungan pemerintah sudah mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan, serta dengan dukungan beberapa kebijakan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya deficit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan meskipun IGGI ( Inter Govermmental Group on Indonesia ) bukan lagi menjadi forum Internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI ( Consoltative Group on Indonesia ) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan. Yang perlu diingat bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus dominan, bukan sebaliknya
B.   PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN

Secara garis besar proses penyusunan anggaran pembangunan di Indonesia sebagai berikut :
 Penyusunan anggaran biasanya menggunakan tahun fiskal dan bukan tahun
Ø masehi sehingga proses pembangunan oleh Departemen atau Lembaga pemerintah Non Departemen sudah dimulai pada tanggal 1 April tahun yang brsangkutan. Oleh keduanya usulan rencana anggaran diajukan dalam bentuk Daftar Usulan Kegiatan (DUK) bagi anggaran rutin dan dalam bentuk Daftar Usulan Proyek (DUP) untuk anggaran pembangunan.
 Selanjutnya DUK dan DUP tersebut, antara bulan Agustus dan September
Ø akan diajukan dan disampaikan ke BAPPENAS dan Ditjen Anggaran – Departemen Keuangan. Selanjutnya DUK dan DUP tersebut akan di proses oleh BAPPENAS antara bulan Oktober hingga Nopember.
 Pada proses tersebut BAPPENAS akan menyesuaikan isi DUK dan DUP dengan
Ø perkiraan penerimaan dalam negeri dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Selanjutnya dalam bulan Desember akan ditentukan batas atas (plafon) anggaran untuk tahun anggaran yang bersangkutan dalam bentuk RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
 Pada bulan Januari, setelah RAPBN tersebut dilampiri/disertai
Ø keterangan dari pemerintah dengan Nota-Keuangan, akan disampaikan oleh Presiden dihadapan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapat persetujuan seperti yang tersirat dalam pasal 23 ayat (1) UUD 1945.
 Selanjutnya RAPBN tersebut akan dibahas oelh DPR bersama-sama dengan
Ø Menteri atau Kedua Lembaga yang bersangkutan melalui Rapat Kerja Komisi APBN.
 Jika dalam pembahasan tersebut dicapai suatu kesepakatam (persetujuan)
Ø maka RAPBN untuk tahun anggaran yang bersangkutan tersebut, persetujuannya akan dituangkan dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran.
 Selanjutnya Anggaran yang telah disetujui pemerintah tersebut akan
Ø dituangkan kembali dalam bentuk Daftar Isian Proyek (DIP) Departemen atau Lembaga Pemerintah yang bersangkutan.
C.   PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA
Secara garis besar sumber penerimaan negara berasal dari :
a. Penerimaan dalam negeri
Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk tahun-tahun awal setelah masa pemerintahan Orde Baru masih cukup menggantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2
Perbandingan Sumber Penerimaan Dalam Negeri PELITA I – III
(dalam prosentase)
Periode Penerimaan Dari Sektor Migas Penerimaan Dari Sektor Non Migas Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Total
PELITA I
1969/70 – 1973/74 35,7% 59,3% 5,0% 100 %
PELITA II
1974/75 – 1978/79 55,1 40,7 4,2 100
PELITA III
1979/80 – 1983/84 67,2 29,6 3,2 100

Namun dengan mulai tidak menentukannya harga minyak dunia maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari sekto migas perlu dikurangi. Untuk keperluan itu, maka pemerintah menempuh beberapa kebijaksanaan diantaranya :
• Deregulasi Bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih memberi hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukkan suku bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatkan tabugan masyarakat.
• Deregulasi Bidang Perpajakan (UU baru, 1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara.
• Kebijaksanaan – kebijaksanaan selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap.

b. Penerimaan Pembangunan
Meskipun telah ditempuh berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintah, namun karena laju pembangunan yang demikian cepat, maka dana tersebut masih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang dengan dana yang berasal dari luar negeri (hutang bagi Indonesia) tersbut makin meningkat jumlahnya, namun selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan perioritas sektor – sektor yang lebih produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan bunganya)

D. PERKIRAAN PENGELUARAN NEGARA

Secara garis besar, ppengeluaran negara dikelompokan menjadi 2 yakni :
 Pengeluaran Rutin
v
Pengeluaran rutin negara, adalah pengeluaran yang dapat dikatakan selalu adalah dan telah terencana sebelumnya secara rutin, diantaranya :
c. Pengeluaran untuk belanja pegawai
d. Pengeluaran untuk belanja barang
e. Pengeluaran subsidi daerah otonom
f. Pengeluaran untuk membayar bunga dan cicilan hutang
g. Pengeluaran lainnya

 Pengeluaran pembangunanv
Secara garis besar, yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya adalah :
• Pengeluaran pembangunan untuk berbagai departemen / lembaga negara, diantaranya untuk membiayai proyek – proyek pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing – masing departemen / negara bersangkutan.
• Pengeluaran pembangunan untuk anggaran pembangunan daerah (Dati I dan II)
• Pengeluaran pembangunan lainnya.

E. DASAR PERHITUNGAN PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA

Untuk memperoleh hasil perkiraan penerimaan negara, ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan. Hal – hal tersebut adalah :
1. Penerimaan Dalam Negeri Dari Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
• Produksi minyak rata-rata perhari
• Harga rata-rata ekspor minyak mentah

2. Penerimaan Dalam Negeri Diluar Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
• Pajak penghasilan
• Pajak pertambahan nilai
• Bea masuk
• Cukai
• Pajak ekspor
• Pajak bumi dan banguan
• Bea materai
• Pajak lainnya
• Penerimaan bukan pajak
• Penerimaan dari hasil penjualan BBM

3. Penerimaan Pembangunan
Terdiri dari penerimaan bantuan program dan bantuan proyek



Struktur Produksi dan Distribusi pendapatan & Kemiskinan Minggu ke 5&6


Struktur Produksi dan Distribusi pendapatan & Kemiskinan Minggu ke 5&6
1. Struktur Produksi
Sistem adalah satu kumpulan komponen yang saling berintegrasi untuk menjalankan suatu aktivitas atau suatu proses yang dimulai dari input sampai output, input dalam hal ini meliputi bahan baku yang nantinya akan mengalami proses produksi sehingga akan menghasilkan suatu output berupa produk jadi.
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan baku atau bahan belum jadi menjadi barang jadi.
Sistem Produksi adalah suatu gabungan dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mendukung untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan.
Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
- Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang berubah dari konsumsi barang pertanian menuju konsumsi barang-barang industri
- Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
- Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.

Terangkan arti GDB sebagai indikator kemakmuran ekonomi dengan segala kekuatan dan kelemahannya dalam perkembangan perekonomian Indonesia selama ini.
Manfaat GDB :
1)      Dapat mengetahui dengan segera apakah perekonomian mengalami pertumbuhan atau tidak.
2)      Menghitung perubahan harga.
Keterbatasan GDB  :
1)      Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran.
2)      Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
3)      GDB perkapita dan masalah produksi.

2.  Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pendekatan Nasional sering digunakan dalam hal :
1. Menentukan laju tingkat pertumbuhan perekonomian suatu Negara
2. Mengukur keberhasilan suatu Negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
3. Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu Negara dengan Negara lainnya.

Ada 3 metode dalam menghitung pendaptan nasional
a)   Pendekatan produksi
Pendekatan produksi (PDB/PGNP) merupakan pendapatan berasal dari pengunaan faktor-faktor untuk menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini memiliki kelemahan yang munculnya double counting atau perhitungan ganda. Perhitungan gnda yang dimaksud yaitu nilai produk yang sebelumnya akan ditambahkan pada produk-produk turunan berikutyna dan digunakan sebagai nilai akhir produk tersebut. Akibatnya nilai produk akhir menjadi lebih tinggi. Salah satu usaha untuk mengurangi dampak dari double counting yaitu dengan menggunakan pendekatan value added atau  nilai tambah. Dalam pendekatan ini nilai produk akan dilihat nilai tambahnya pada produk turunan brikutnya sehingga yang Nampak pada nilai barang akhir yaitu jumlah keseluruhan nilai barang akan sama dengan nilai akhir produk turunan terakhir. Pendekatan produksi bisa dicari dengan Yield = (P1 x O1)+ (P2 x Q2)+…(Pn x Qn)

b)  Pendekatan penerimaan
Pendekatan Pengeluaran (PNB/GNP) merupakan perhitungan pendapatan dengan melihat pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yatiu rumah tangga konsumsi, rumah tangga perusahaan dan pemerintah. Pendekatan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y=C+I+G(X-M)
Ket:
Y=Yield
C=Consumption
I=Investment
G=Government Expenditure
X=Expor
M=Import

c)   Pendekatan pengeluaran
Pendekatan pendapatan (PN/NI) merupakan pendekatan yang mengarah pada penerimaan atas pengunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y=r+w+i+p
Ket:
Y=Yield
r=rent
w=wage
i=interest
p=profit

3.  Distribusi Pendapatan Nasional & Kemiskinan

Mengenai Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan di Indonesia
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparatis (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal  dari munculnya kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan membuat keadaan masalah tersebut semakin buruk, dan tidak jarang menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik. Masalah kesenjangan dan kemiskinan tidak saja dihadapi negara yang sedang berkembang, namun negara yang maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangandan angka kemiskinan yang terjadi,serta kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan ,semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan dan relative kecil dibanding negara yang sedang berkembang,dan untuk mengatasinya terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian masalah ini bukan hanya menjadi internal suatu negara,namun telah menjadi permasalahan bagi dunia intenasional.
Bagi upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional ,baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan atau pinjaman tersebut justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara yang bersangkutan.Perbedaan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat)  yang memilki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis,yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseibangan baru. Penetapan pajak pendapatan /penghasilan akan memngurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi.Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah asalkan tidak salah dalam pengalokasiannya.

Menganalisis tentang Distribusi Pendapatan
Di dalam suatu perekonomian pendapatan tercipta melalui suatu kegiatan produksi. Kegiatan produksi berlangsung dengan bantuan faktor-faktornya, seperti tanah, tenaga kerja, modal dan enterpreneur. Di satu pihak ada perusahaan yang melakukan produksi dan di pihak lain ada kelompok masyarakat selaku penyedia faktor-faktor produksi. Di dalam perputaran kegiatan perekonomian, antara perusahaan dan rumah tangga (masyarakat) terjadi arus timbal balik. Pihak rumah tangga menerima pembayaran atas harga dari faktor produksi yang disediakan berupa gaji/upah, sewa bunga dan keuntungan. Pihak perusahaan menerima pembayaran sebagai harga barang dan jasa yang diproduksikan. Dari proses ini menimbulkan semacam pola pembagian pendapatan, yang pada dasarnya dapat merupakan suatu ukuran tentang keadaan distribusi pendapatan, yang dalam konteks teori ekonomi merupakan salah satu indikator dalam pembangunan ekonomi seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Pada dasarnya ada dua pendekatan analitis di dalam menilai distribusi pendapatan, yaitu:

a) Distribusi pendapatanfungsional yang berasal dari teori produktivitas marginal, atau lebih dikenal sebagai distribusi balas jasa input dalam teori ekonomi mikro,

b) Distribusi pendapatan antar kelompok, atau distribusi besarnya pendapatan relatif terhadap total. Pendekatan ini merupakan konsep empiris untuk menentukan atau menilai bagaimana pendapatan total populasi telah terbagi diantara unit-unit penerima pendapatan. Konsep distribusi pendapatan fungsional adalah sumbangan dari para ahli ekonomi klasik yang tertarik pada distribusi pendapatan di antara penduduk, dandengan anggapan yang disederhanakan yakni pemilikan dari faktor-faktor produksi utama. Konsep dari pendekatan ini, melacak pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan produksi yang diikutsertakan dalam kegiatan tersebut. Perangkat analisisnya adalah fungsi produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori mendasarinya menilai hubungan antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan di dalam suatu proses produksi spesifik. Pendekatan yang lazim digunakan adalah pendekatan kedua, atau distribusi pendapatan antar kelompok. Pada pendekatan ini ada dua cara yang lazim digunakan untuk langsung menilai status distribusi pendapatan yaitu : a) penaksiran distribusi persentase pendapatan yang diterima masing-masing golongan, b) penaksiran dengan indikator khusus. Penaksiran pertama dilakukan dengan membagi kelompok-kelompok pendapatan ke dalam decile atau quantile yang akan menggambarkan pola pembagian pendapatan di dalam suatu kelompok masyarakat. Hasil dari pengelompokkan ini merupakan suatu dasar untuk menggambarkan sebuah kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif yang sebenarnya (actual) antara persentase penerima penghasilan dan persentase jumlah penghasilan yang mereka terima sebenarnya dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun (Todaro, 2008). Penaksiran yang kedua adalah menilai atau mengukur suatu distribusi pendapatan berdasarkan indikator yang seringkali didekati dengan cara statistik dan cara empiris. Cara statistik terdiri dari range, perbedaan relatif, varian, Koefisien Pearson dan lainnya. Cara empiris meliputi Koefisien Pareto, Koefisien Gini, Index Gibrat, Index Kuznets, Index Theil, Index Oshima dan lainnya. Pendekatan lain yang seringkali digunakan untuk melengkapi kedua pendekatan terdahulu, yakni pendekatan absolut dengan menggunakan ukuran batas kemiskinan dan kebutuhan dasar manusia. Ukuran yang sering digunakan: kebutuhan kalori dan protein, ukuran Sejogyo dan ukuran dari Bank Dunia.
Berbagai macam alat pengukuran banyak dijumpai dalam mengukur tingkat distribusi pendapatan penduduk. Diantara alat tersebut yang sangat umum dipergunakan adalah Gini Indeks.

Kemiskinan yang dikemukakan oleh beberpa ahli
 Kemiskinan dalam perspektif ekonomi, didefiniskan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Sumber daya dalam konteks ini tidak hanya


aspek finansial, melainkan semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di
Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Kaum miskin biasanya disebut dengan kelompok masyarakat yang memiliki subkultur tertentu yang berbeda dari golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat faktor-faktor ekonomi seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya

Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang sebuah kemiskinan :
Menurut, Oscar Lewis (1983)
            orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi.

Menurut, Philips dan Legates (1981)
 mengemukakan beberapa pandangan tentang kemiskinan, yaitu pertama, kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu khususnya ciri-ciri sosial psikologis individu dari si miskin yang cendrung menghambat untuk melakukan perbaikan nasibnya. Akibatnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan, menabung dan mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub budaya tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Menurut, Flanagan (1994)
ada dua pandangan yang berbeda tentang kemiskinan, yaitu culturalist dan structuralist.Kulturalis cendrung menyalahkan kaum miskin, meskipun kesempatan ada mereka gagal memanfaatkannya, karena terjebak dalam budaya kemiskinan. Strukturalis beranggapan bahwa sumber kemiskinan tidak terdapat pada diri orang miskin, tetapi adalah sebagai akibat dari perubahan priodik dalam bidang sosial dan ekonomi seperti kehilangan pekerjaan, rendahnya tingkat upah, diskriminasi dan sebagainya.

Menurut, BAPPENAS (1993)
mendefisnisikan keimiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.

Menurut, Faturchman dan Marcelinus Molo (1994)
mendefenisikan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Menurut, Ellis (1994)
kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial politik.

Menurut, Suparlan (1993)
kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Menurut,  Reitsma dan Kleinpenning (1994)
mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material.

Menurut, Friedman (1979)
mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.
Masing-masing pandangan tersebut bukan hanya berbeda dalam konsep kemiskinan saja, tetapi juga dalam implikasi kebijakan untuk menanggulanginya.

Jika dilihat dari argumentasi diatas mayoritas kemiskinan yang hadir saat ini merupakan dominasi kemiskinan struktural, tidak ada proses transformasi kelas dimana buruh tani tetaplah menjadi buruh tani, begitu pula nelayan, pemulung, dan lain-lain. Jikapun ada program penanggulangan kemiskinan sifatnya residual, proyek, insidental, tidak berkelanjutan dan tidak mengena pada substansi atau menyentuh akar dari kemiskinan.

Penanggulangan Kemiskinan
Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Lantas    sapa   yang   dapat dilakukan?
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.
Sedangkan, P2KP sendiri sebagai program penanggulangan kemiskinan di perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen         masyarakat sendiri.

Pertumbuhan dan pemerataan dalam konteks pembangunan ekonomi Indonesia selama ini
Tujuan dari pembangunan adalah kemakmuran bersama. Pemerataan hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk menciptakan kemakmuran bersama merupakan tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Tingkat pertumbuhan yang tinggi tanpa disertai pemerataan pembangunan hanyalah menciptakan perekonomian yang lemah dan eksploitasi sumber daya manusia yang tinggi untuk menciptakan kemakmuran bersama. Dari segi pendidikan, Indonesia masih mengalami masalah ketidakmerataan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan akan mengakibatkan rendahnya produktivitas dan berakibat pula pada rendahnya tingkat pendapatan. Kesenjangan tingkat pendidikan mengakibatkan adanya kesenjangan tingkat pendapatan yang semakin besar. Pemerataan hasil pembangunan perlu diupayakan supaya pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya penting yang diharapkan meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dengan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Dan banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangynan Indonesia, sebagai contoh dengan mengefisiensikan penerimaan pajak, meningkatkan perdagangan dengan luar negeri, meningkatkan investasi langsung dan lain sebagainya.