Kamis, 09 April 2015

Bab 12 Penetapan Harga Transfer dan Perpajakan Internasional



Nama  :           Nuraini
Kelas   :           4EB15
NPM   :           25211335
Dimensi Perencanaan Pajak
Dalam melakukan perencanaan pajak, perusahaan multinasional memiliki keunggulan tertentu atas perusahaan yang murni domestik karena memiliki fleksibilitas geografis lebih besar dalam menentukan lokasi produksi dan sistem distribusi. Fleksibilitas ini memberikan peluang tersendiri untuk memanfaatkan perbedaan antar yurisdiksi pajak nasional sehingga dapat menurunkan beban pajak perusahaan secara keseluruhan. Pergeseran beban dan pendapatan melalui ikatan-ikatan dalam perusahaan juga memberikan peluang tambahan bagi MNC untuk meminimalkan pajak global yang dibayarkan.
            Pengamatan atas masalah perencanaan pajak ini dimulai dengan dua hal dasar :
·         Pertimbangan pajak seharusnya tidak pernah mengendalikan strategi usaha
·         Perubahan hukum pajak secara konstan membatasi manfaat perencanaan pajak dalam jangka panjang.

Ø   Pertimbangan Organisasi
Dalam mengenakan sumber pajak luar negeri, banyak pihak berwenang pajak yang memusatkan perhatian pada bentuk organisasi operasi luar negeri. Sebuah cabang umumnya dianggap sebagai perluasan induk perusahaan, labanya segera dikonsolidasikan dengan laba induk perusahaan(suatu opsi yang tidak tersedia untuk anak perusahaan) dan dikenakan pajak secara penuh pada tahun saat laba dihasilkan, terlepas apakah dikirimkan kembali kepada induk perusahaan atau tidak. Laba anak perusahaan luar negeri umumnya tidak dikenakan pajak hingga dilakukan repatriasi.

Ø  Perusahaan Luar Negeri yang Dikendalikan dan Laba Subbagian F
Negara-negara lain yang menerapkan prinsip pengenaan pajak seluruh dunia, laba anak perusahaan luar negeri tidak dikenakan pajak kepada induk perusahaan hingga laba itu direpatriasi sebagai dividen yang dikenal sebagai prinsip penangguhan (deferral). Negara-negara surga pajak member peluang kepada perusahaaan multinasional untuk menghindari repatrias dan pajak negara asal dengan menempatkan laba transaksi dan akumulasinya pada anak perusahaan “plat nama.” Transaksi ini tidak memiliki pekerjaan atau wujud nyata yang terkait. Laba yang dihasilkan dari transaksi ini bersifat pasif dan bukan aktif.

          Amerika Serikat menutup lubang kelemahan ini dengan Perusahaan Luar negeri yang Dikenalkan (Contolled Foreign Corporation-CFC) dan Provisi Laba Subbagian F. CFC merupakan perusahaan yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh pemegang saham AS (perusahaan, warga negara, atau penduduk AS) lebih dari 50% dari total hak suara atau nilai pasar wajar. Hanya pemegang saham yang memiliki lebih dari 10% hak suara yang dihitung dalam penetapan ketentuan 50% itu. Pemegang saham CFC dikenakan pajak atas laba CFC tertentu (yang disebut sebagai Laba Terkait-Tainted Income ) bahkan sebelum laba itu didistribusikan. Laba Subbagian F mencakup beberapa pendapatan penjualan dan jasa dengan pihak berhubungan istimewa.

Ø  Induk Perusuhaan di Luar Negeri
Dalam beberapa keadaan, sebuah induk perusahaan multinasional yang berpusat AS dengan operasi dibeberapa negara asing dapat memiliki keuntungan apabila memiliki berbagai operasi dibeberapa investasi asing melalui induk perusahaan dinegara ketiga. Sifat utama dari struktur ini adalah induk perusahaan AS secara langsung memiliki saham suatu induk perusahaan yang didirikan disebuah wilayah yurisdiksi asing dan induk perusahaan yang didirikan tersebut pada gilirannya memiliki saham-saham dari satu atau lebih anak perusahaan yang beroperasi yang didirikan diwilayah luar negeri lainnya. Keuntungan dari bentuk organisasi induk perusahaan ini yang menyangkut pajak antara lain :
1.      Mempertahankan manfaat tingkat pajak pungutan atas dividen, bunga, royalty, dan pembayaran serupa lainnya.
2.      Menunda pajak AS atas laba luar negeri hingga laba tersebut direpatriasikan ke induk perusahaan AS (yaitu dengan menanamkan kembali laba tersebut diluar negeri).
3.      Menunda pajak AS atas keuntungan dari penjualan saham anak perusahaan opersi luar negeri.
Ø  Perusahaan Penjualan Luar Negeri
Pilihan bentuk organisasi yang menjalankan operasi luar negeri juga dipengaruhi oleh insentif negara yang dirancangan untuk mendorong beberapa jenis aktivitas tertentu yang dianggap bermanfaat bagi perekonomian nasional. Sebagai contoh, Amerika Serikat menciptakan Perusahaan Penjualan Luar Negeri (Foreign Sales Corporations---FSC) untuk mendorong ekspor dan memperbaiki posisi neraca pembayaran AS yang makin memburuk. Berdasarkan provinsi FSC, sebagian laba dari ekspor AS yang dilakukan oleh FASC dikecualikan dari pajak penghasilan AS sebagai contoh, misalkan Parent Corp yang ada di AS melakukan kontrak dengan seorang pembeli di Eropa untuk melakukan pengiriman persediaan.
Pada tahun 2000, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization---WTO) menetapkan bahwa FSC merupakan bentuk subsidi illegal dan memerintahkan AS untuk mengubah provinsi FSC. Sebagai jawabannya, Amerika Serikat mengubah FSC, tetapi menggantinya dengan perkecualian laba yang diperoleh dari luar territorial (extraterritorial income eclusion). Undang-undang baru ini memberikan kelegaan kepada perusahaan dari keharusan untukmendirikan perusahaan terpisah untuk membukukan penjualan ekspor, namun tetap potongan pajak yang hampir sama besarnya dengan yang diatur dalam aturan FSC yang baru diubah. Undang-undang baru ini juga ditetapkan sebagai tidak legal oleh WTO.
Ø  Keputusan Pendanaan
Cara yang digunakan untuk mendanai operasi luar negeri dapat dipengaruhi oleh factor pajak. Dengan mengasumsikan hal lain tidak berubah, dimungkinkannya utang untuk dikurangi pajak, yang meningkatkan imbalan setelah pajak atas ekuitas, juga akan meningkatkan daya tarik pendanaan utang dinegara-negara dengan pajak tinggi. Apabila pinjaman dalam mata uang local dibatasi oleh pemerintah lokal yang mengharuskan tingkat minimum penyetoran ekuitas oleh induk perusahaan asing, maka peminjaman yang dilakukan oleh induk perusahaan untuk mendanai penyetoran modal ini akan menghasilkan akhir yang sama, dengan catatan otoritas pajak dinegara induk perusahaan memperbolehkan pengurangan bunga atas pajak.
Ø  Penggabungan kredit pajak
Pada bagian awal disebutkan bahwa beberapa negara membatasi kredit pajaknya menurut dasar sumber per sumber. Laba yang digabungkan dari banyak sumber memungkinkan kelebihan kredit yang dihasilkan dari negara dengan tarif tinggi untuk mengurangi laba yang diterima dari wilayah dengan tarif pajak rendah. Kelebihan kredit pajak sebagai contoh dapat diperluas untuk pajak-pajak yang dibayarkan berkaitan dengan dividen yang dibagikan oleh perusahaan luar negeri lapis kedua dan ketiga dalam suatu jaringan perusahaan multinasional. Amerika Serikat memperbolehkan perlakukan ini asalkan kepemilikan tidak langsung oleh induk perusahaan AS diperusahaan seperti itu lebih dari 5%.
Ø Alokasi Akutansi Biaya
Alokasi biaya internal di antara kelompok perusahaan merupakan sarana lain untuk menggeser laba dari negara dengan pajak tinggi ke negara dengan pajak rendah. Yang paling umum adalah alokasi beban overhead perusahaan kepada perusahaan afiliasi di negara-negara dengan pajak tinggi. Alokasi beban jasa tersebut seperti sumber daya manusia, teknologi dan riset serta pengembangan akan memaksimalkan pengurangan pajak untuk perusahaan afiliasi di negara dengan pajak tinggi.
Ø  Lokasi dan Penentuan Harga Transfer
Laba bagi sistem perusahaan secara keseluruhan dapat ditingkatkan dengan menentukan harga transfer yang tinggi atas komponen yang dikirimkan dari anak perusahaan di negara-negara dengan tingkat pajak yang relatif rendah dan harga transfer rendah atas komponen-komponen yang dikirimkan dari anak perusahaan yang berada di negara-negara dengan tariff pajak yang relatif tinggi.
 Penentuan harga transfer telah menarik perhatian seluruh dunia. Pentingnya isu ini terlihat sangat jelas pada saat kita mengenali bahwa penentuan harga transfer (1) secara internasional dilakukan pada skala yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi domestik, (2) dipengaruhi oleh lebih banyak variable bila dibandingkan dengan yang ditemukan pada lingkungan yang sangat domestic, (3) berbeda-beda dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari satu industri ke indutri lain dan dari satu negara ke negara lain, dan (4) memengaruhi hubungan social, ekonomi, dan politik dalam entitas usaha multinasional, dan kadang-kadang seluruh negara. Penentuan harga transfer merupakan masalah pajak internasional terpenting yang dihadapi MNC dewasa ini.
Pengaruh penentuan harga transfer antarperusahaan atas beban pajak internasional tidak dapat diamati secara terpisah; penentuan harga transfer dapat mendistorsikan beberapa bagian sistem perencanaan dan control perusahaan multinasional. Transaksi antarnegara membuka perusahaan multinasional terhadap serangkaian kekhawatiran strategis yang berkisar dari resiko lingkungan hingga daya saing global.
MASA DEPAN
Teknologi dan perekonomian global menimbulkan tantangan tersendiri bagi banyak prisip-prinsip yang mendasari perpajakan internasional. Salah satu prinsip ini adalah bahwa setiap bangsa memiliki hak menetukan untuk dirinya sendiri seberapa banyak pajak yang dapat dikumpulkan dari rakyatnya dan kalangan usaha yang ada didalam wilayahnya sendiri. Hukum pajak berubah didalam sebuah dunia dimana transaksi terjadi di tempat-tempat yang dapat diidentifikasikan dengan jelas, namun situasi ini semakin kurang tepat. Perdegangan elektronis melalui Internet mengabaikan batas-batas dan lokasi fisik.
            Kemampuan untuk mengumpulkan pajak bergantung bagaimana mengetahui siapa yang harus membayar, akan tetapi dengan teknik enkripsi yang semakin rumit, maka semakin sukar untuk mengidentifikasikan pembayar pajak. Uang elektronis tanpa pemilik adalah kenyataan. Internet juga membuat sejumlah perusahaan multinasional merasa mudah untuk mengalihkan kegiatan mereka ke negara-negara dengan pajak rendah yang mungkin sangat jauh dari para pelanggan namun sedekat klik mouse untuk mengakses. Maka menjadi semakin sukar untuk mengawasi dan mengenakan pajak terhadap transaksi internasional.
            Pemerintah diseluruh dunia mengharuskan metode penentuan  harga transfer pada prinsip harga wajar. Yaitu, suatu perusahaan multinasional dinegara berbeda dikenakan pajak seakan-akan mereka adalah perusahaan independen yang beroperasi secara wajar dari satu sama lain. Perhitungan harga wajar yang rumit tidak lagi releven saat ini bagi perusahaan global karena semakin sedikit yang beroperasi dengan cara ini.
            Tren ini akan terus berlajut. Pada saat yang bersamaan, banyak pakar melihat kompetisi pajak yang semakin besar. Internet membuat upaya untuk mengambil keuntungan dari Negara surge pajak semakin mudah. Beberapa pihak mendukung pajak tunggal (unitary tax) sebagai alternatif untuk menggunakan harga transfer dalam menentukan penghasilan kena pajak. Berdasarkan pendekatan ini, total laba sebuah perusahaan multinasional dialokasikan ke masing-masing negara berdasarkan sebuah rumusan yang mencerminkan kehadiran ekonomi perusahaan itu relatif didalam negara itu. Setiap negara kemudian akan mengenakan pajak atas sebagian laba berdasarkan tarif yang dipandang sesuai. Jelasnya, perpajakan dimasa depan menghadapi banyak perubahan dan tantangan.                                                                                                                  

Sabtu, 29 November 2014

Tugas Kelompok 4-MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) ETIKA PROFESI AKUNTANSI



Nama Kelompok       :           4          (4EB15)
1. Laksmi Pratiwi              (24211060)
2. Luna Annisa                  (24211154)
3. M.Handy                       (24211198)
4. Marlia Dewi                  (24211313)
5.Michael Yonathan          (24211465)
6. Nadia Widya Wijaya    (25211073)
7. Nuraini                          (25211335)
8. Nurbayina Aisiah          (25211340)



LATAR BELAKANG KASUS

PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Inimerupakansuatubentukpenipuan yang dapatmenyesatkan investor dan stakeholder lainnya.Kasusinijugaberkaitandenganmasalahpelanggarankodeetikprofesiakuntansi. Didugaterjadimanipulasi data dalamlaporankeuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itudicatatmeraihkeutungansebesar Rp6,9Miliar. Padahalapabiladiteliti dan dikajilebihrinci, perusahaanjustrumenderitakerugiansebesar Rp63 Miliar.

Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:

1.  Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam
laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.

2.      Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24          Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui     manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad    akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

3.            Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.

4.               Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

PEMBAHASAN KASUS
1.            Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI  yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.



2.    Analisis 5 Question Approach:

Profitable

1.         Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.

2.         Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

• Legal

1.         PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar  Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung:
                       
1.         Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana   dan atau cara apa pun;

2.         Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan

3.         Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan:

“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

(2) KAP S. Manan&RekanmelanggarStandarProfesiAkuntanPublik (SPAP)

• Fair
Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.

1) Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.

2)  Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.

• Right

1)  Hak-hak Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/tidak akurat.

2)Pemerintah; dirugikankarenapajak yang diterimapemerintahmenjadilebihkecil.

• Suistainable Development

1) Rekayasa yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen (motivasi bonus).

3. Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :

1)Tanggung jawab profesi ;                                                                         Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2)Kepentingan Publik ;                                                                                 Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.

3)Integritas;                                                                                        Dimanaakuntanharusbekerjadenganprofesionalisme yang tinggi. Dalamkasusiniakuntan PT. KAI tidakmenjagaintegritasnya, karenadidugatelahmelakukanmanipulasilaporankeuangan.

4)Objektifitas;                                                                                                            Dimanaakuntanharusbertindakobyektifdanbersikapindependenatautidakmemihaksiapapun. Dalamkasusiniakuntan PT. KAI didugatidakobyektifkarenadidugatelahmemanipulasilaporankeuangansehinggahanyamenguntungkanpihak-pihaktertentu yang berada di PT. KAI.

5)Kompetensi dan kehati-hatian  professional ;                             Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnyamenderitakerugiannamundalamlaporankeuanganmengalamikeuntungan.

6)Perilaku profesional ;                                                                    Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.

7)Standar teknis  ;                                                                                                      Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkanstandarakuntansikeuangantidakdapatdikelompokkandalambentukpendapatanatau asset.

4. Sikap Yang Diambil :

1)   Manajemen PT KAI
a)  Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.

b)Memintamaafkepadastakeholdersmelaluikonferensipersdanberjanjitidakmengulangikembali di masadatang.



2)   KAP S. Manan & Rekan & Rekan
a)    Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi

b)    Melakukankoreksiatasopini yang telahdibuat

c)     Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.

5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang
1)      Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.

2)      Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan publik.

3)      Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.

4)      Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.

5)      Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

6)      Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.

7)      Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.

8)       Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan asset.

9)      Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian  yang tidak masuk akal
10)  Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan

11)  Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.


ANALISIS:
            Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.



Daftar Pustaka :

Agoes, Sukrisnodan I CendikArdana.EtikaBisnis dan ProfesiTantanganMembangunManusiaSeutuhnya. Jakarta: SalembaEmpat. 2009

Leonard J. Brooks. Business & Professional Ethics for Accountans.South Western Collage Publishing. 2004

IAI, KodeEtikAkuntan Indonesia. 1998

www.google.com
Sumber :Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006



Lampiran Tanya Jawab
Soal
1.     Setya Nugroho (kelompok 6)
Pihak mana yang merugikan laporan keuangan PT KAI, tersebut?
2.    Zacky Hazazi (kelompok 5)
Data apa saja yang dimanipulasikan oleh PT KAI?
3.    Ibu Erna
Setelah melakukan salah saji  dalam laporan keuangan yang sudah di audit. Apa yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki laporan keuangan yang sudah di audit?

Jawaban
1.      Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
2.      Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.

3.      Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.