Kamis, 09 Mei 2013

Bab 12



Perlindungan Konsumen
1.    Pengertian Konsumen
Pengertian Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi ada 2 cara dalam memperoleh barang, yaitu:
· Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.
· Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.
2.    Azas dan Tujuan
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
o  Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
o  Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
o  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
o  Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
o  Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
o  Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
a.     Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
b.    Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
c.     Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
d.    Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e.     Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hokum.
Kata kunci: hukum perlindungan konsumen, makalah perlindungan konsumen, artikel perlindungan konsumen, tujuan perlindungan konsumen, asas perlindungan konsumen, Pengertian Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen, hukum konsumen, makalah hukum perlindungan konsumen, Asas dan tUjuan perlindungan konsumen
3.    Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
o  Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
o  Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
o  Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
o  Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
o  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
o  Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
o  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
o  Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
o  Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
-            Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
-            Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
-            Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
-            Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 
Berdasarkan pasal 6 dan 7 undang-undang no 8 tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
1. hak pelaku usaha
·         Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
·         Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
·         Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
·         Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. kewajiban pelaku usaha
·         Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
·         Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
·         Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
·         Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
·         Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi .
·         Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
·         Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha yang akan kita bahas nanti.
Kata kunci: hak dan kewajiban pelaku usaha, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, kewajiban pelaku usaha, Hak pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen, makalah tanggung jawab pelaku usaha, pelaku usaha adalah, Hak dan kewajiban pelaku bisnis
5.    Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha. Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1.      Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a)    Tidak sesuai dengan :
-       Standar yang dipersyaratkan
-       Peraturan yang berlaku
-       Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b)    Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang/jasa yang menyangkut :
-        Berat bersih
-        Isi bersih dan jumlah dalam hitungan
-        Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
-        Mutu, tingkat, komposisi
-        Proses pengelolahan
-        Gaya, mode atau penggunaan tertentu
-        Janji yang diberikan.
c)    Tidak mencantumkan:
-       Tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
-       Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku .
d)    Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
e)     Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
-       Nama barang
-       Ukuran berat/isi bersih, komposisi
-       Tanggal pembuatan
-       Aturan pakai
-       Akibat sampingan
-       Nama dan alamat pelaku usaha
-       Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f)     Rusak, cacat atau bekas dan tercemar(terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2.    Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
a.   Secara tidak benar/seolah-olah barang tersebut:
·         Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
·         Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
·         Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
·         Dibuat perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
·         Telah tersedia bagi konsumen.
b.   Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
c.   Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
d.   Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
e.   Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
f.    Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
g.   Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3.    Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a.     harga/tarif  dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.    Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.     Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
4.  Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
a.      Tidak melakukan hasilnya tidak melalui media massa.
b.      Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.      Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5.  Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.  Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.      Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.      Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.      Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
d.      Menaikkan harga sebelum melakukan obral.

6.    Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus mernegosiasikan syarat dan ketentuannya.
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain :
1.         Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha ; 
2.         Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen ;
3.         Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen ;
4.         Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran ;
5.         Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen ;
6.         Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa ;
7.         Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya ;
8.         Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
7.    Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.

Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:

         1.       Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
         2.       Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
         3.       Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
         4.       Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

8.    Sanksi
Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia pada masa kolonial Belanda.
Sanksi yang melibatkan negara:
·         Sanksi internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik.
o    Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.
o    Sanksi ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas-batas tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba.
o    Sanksi militer, dalam bentuk intervensi militer
·         Sanksi perdagangan, yaitu sanksi ekonomi yang diberlakukan karena alasan-alasan non-politik, biasanya sebagai bagian dari suatu pertikaian perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan larangan total.
Arti lain:
·         Dalam konteks hukum, sanksi berarti hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan.
·         Dalam konteks sosiologi, sanksi dapat berarti kontrol sosial.
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar